Rahmat Allah, Terhapusnya Dosa Sepenuh Bumi dengan Tauhid

Di antara keutamaan orang yang mati dan bersih dari syirik adalah jika ia membawa dosa yang begitu banyak, maka itu bisa terhapus atau diampuni karena ketauhidan yang ia miliki. Jadi, syaratnya adalah asalkan ia bersih dari syirik. Inilah yang menunjukkan rahmat Allah bagi setiap hamba-Nya yang bertauhid dan bersih dari syirik.
Dalam hadits qudsi dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman:
يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
Wahai anak Adam, jika engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi kemudian engkau tidak berbuat syirik pada-Ku dengan sesuatu apa pun, maka Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi itu pula.” (HR. Tirmidzi no. 3540. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib. Sanad hadits ini hasan sebagaimana dikatakan oleh Al Hafizh Abu Thohir)

Makna Hadits

Walau seseorang mendatangi Allah dengan dosa sepenuh bumi dan ia memenuhi syarat -walau terasa berat- yaitu berjumpa Allah dalam keadaan bersih dari dosa syirik, maka ia akan meraih ampunan. Syarat yang dimaksud adalah bersih dari syirik yang banyak atau pun yang sedikit, begitu pula selamat dari syirik yang kecil maupun yang besar.
Seseorang tidak bisa selamat dari syirik tersebut melainkan dengan keselamatan dari yang Allah berikan, yaitu menghadap Allah dalam keadaan hati yang bersih (selamat). Sebagaimana AllahTa’ala berfirman,
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)
(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (QS. Asy Syu’araa’: 88-89).
Syaikh Sulaiman bin ‘Abdullah bin Muhammad At Tamimi berkata, “Hadits di atas  menunjukkan pahala yang besar dari tauhid, juga menunjukkan luasnya karunia Allah. Karena dalam hadits dijanjikan bahwa siapa di antara hamba yang mendatangi Allah dengan dosa sepenuh bumi dan ia mati di atas tauhid, maka ia akan mendapatkan ampunan terhadap dosa sepenuh itu pula.” (Taisir Al ‘Azizil Hamid, 1: 248).
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Mentauhidkan Allah (tidak berbuat syirik, -pen) adalah sebab utama mendapatkan ampunan. Siapa yang tidak mentauhidkan Allah (terjerumus dalam kesyirikan dan tidak bertaubat sampai mati, -pen), maka ia akan luput dari ampunan Allah.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 416)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Syirik itu ada dua macam, yaitu syirik besar dan syirik kecil. Siapa yang bersih dari kedua syirik tersebut, maka ia pasti masuk surga. Siapa yang mati dalam keadaan berbuat syirik besar, maka ia pasti masuk neraka. Barangsiapa yang mati dalam keadaan bersih dari syirik besar, namun masih memiliki syirik kecil dan punya kebaikan lainnya yang mengalahkan dosa-dosanya, maka ia masuk surga. Karena kebaikan bisa saja mengalahkan syirik kecil yang sedikit. Sedangkan jika ia bebas dari syirik besar akan tetapi ia masih memiliki syirik kecil yang banyak sehingga kejelekannya mengalahkan timbangan kebaikan, maka ia masuk neraka. Intinya, syirik itu membuat hamba itu disiksa, baik itu syirik besar maupun syirik kecil. Namun jika syiriknya adalah syirik kecil dan jumlahnya sedikit dan keikhlasan dia bisa mengalahkan dosa syirik kecil tersebut, maka ia tidak disiksa.” (Dinukil dari Taisirul ‘Azizil Hamid, 1: 247).

Sanggahan untuk Khawarij dan Mu’tazilah

Hadits di atas juga berisi bantahan terhadap Khawarij yang mengkafirkan seorang muslim karena dosa besar. Begitu pula hadits tersebut sekaligus bantahan pada Mu’tazilah yang berpendapat bahwa orang fasik (gemar maksiat) berada dalam ‘manzilah baina manzilatain’ (di antara dua keadaan), yaitu bukan mukmin dan bukan pula kafir, namun kelak ia akan kekal dalam neraka. Yang benar adalah yang menjadi akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yaitu orang fasik tidaklah disematkan iman pada dirinya secara mutlak, begitu pula tidak dihilangkan secara mutlak, namun orang fasik dikatakan mukmin namun kurang imannya atau disebut mukmin namun ahli maksiat, atau bisa disebut pula mukmin dengan imannya dan fasik dengan dosa besar yang ia perbuat.

Laa Ilaha illallah Tidak Cukup di Lisan

Jika kita menggabungkan beberapa hadits dengan hadits yang kita kaji saat ini, maka kita bisa tarik pelajaran penting bahwa laa ilaha illallah tidak cukup di lisan. Namun laa ilaha illalah harus pula disertai dengan menjalankan konsekuensinya, yaitu meninggalkan kesyirikan atau tradisi syirik.
Inilah yang kita pahami dari dua hadits berikut ini:
  1. Hadits muttafaqun ‘alaih, dari ‘Itban bin Malik bin ‘Amr bin Al ‘Ajlan Al Anshori, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . يَبْتَغِى بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ
    Sesungguhnya Allah mengharamkan dari neraka, bagi siapa yang mengucapkan laa ilaha illallah (tiada sesembahan yang benar disembah selain Allah) yang dengannya mengharap wajah Allah” (HR. Bukhari no. 425 dan Muslim no. 33).
  2. Hadits dari ‘Ubadah bin Ash Shomit, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
    مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ ، أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ ، وَرُوحٌ مِنْهُ ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ
    Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya; begitu juga bersaksi bahwa ‘Isa adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, serta kalimat-Nya (yaitu Allah menciptakan Isa dengan kalimat ‘kun’, -pen) yang disampaikan pada Maryam dan ruh dari-Nya; juga bersaksi bahwa surga dan neraka benar adanya; maka Allah akan memasukkan-Nya dalam surga apa pun amalnya.” (HR. Bukhari no. 3435 dan Muslim no. 28)
Kedua hadits di atas dipahami bahwa kalimat laa ilaha illallah tidak hanya di lisan, namun harus juga dengan memahami makna kalimat mulia tersebut dan meninggalkan kesyirikan. Inilah yang dapat dipahami dari hadits Anas bin Malik yang kita ulas kali ini.
Semoga kita dapat berjumpa dengan Allah dalam keadaan hati yang bersih dari syirikHanya Allah yang memberi taufik.

Artikel Muslim.Or.Id

terjemah Al-hikam

ebook, tips menjadi wanita paling bahagia di dunia karya DR. AIDH AL-QARNI

Degree of Comparison



Degree of Comparison is the form of comparing something/someone to something/someone else 


1.Positive degree = the comparative form of adj/adv used to show that 2 things /people have the equals characteristic
    S      +     to be     +    As    +   Adj / Adv    +    As    +      O                    

                   Verb
This house is as expensive as that house.
He can run as quickly as a tiger. 


2. Comparative Degree = The comparative form of adj/adv used to compare 2 things/people     
    S      +    to be/verb      +    more        +    Adj/Adv    +      than      +   O      
    S     +   to be  /verb     +    Adj / Adv   +    er             +       than     +    O 


The Roast Beef is cheaper than Tuna Salad. 
She can sing more beautifully than you 


3. Superlative Degree : The comparative form of adj/adv used to compare 1 thing/person is compared to a group of three or more things/people. A superlative adj is always preceded by “the”
      S      +     tn be      +      the      +      most     :     +     adj/ adv
      S      +     to be      +      the      +      adj / adv    +    est 

The ice tea is the most expensive among all beverages.   
It can be learned from the examples above that there are three degrees of comparison, e.g. positive, comparative and superlative degree. 


Positive                                          Comparative                            Superlative 
cheap                                              cheaper                                   (the) cheapest 
expensive                                       more expensive                      (the) most expensive


The followings are some common rules in forming the comparative and superlative degree of comparison.
 
1. For one syllable words,
a) add –er for the comparative degree and add –est     for the superlative.
e.g.:        tall              taller                        tallest
              sweet          sweeter                   sweetest
 
b) Adjectives ending in –e, just add –r and –st.
e.g.:      large              larger             largest
             late               later               latest
 
c) If the adjectives end in a vowel and a consonant,
double the consonant before adding –er and –est.
e.g.:        fat     fatter        fattest
               thin   thinner     thinnest
  2. For two syllables words,
a) If the adjectives end in –y, add –er for the comparative degree and add –est for the superlative.
e.g.:   busy             busier                      the  busiest
          ugly              uglier                      the ugliest
 
It is also preferred to add –er and –est for the following adjectives.
                     clever                   cleverer                  the  cleverest
                     quiet                     quieter                    the quietest
                     simple                  simpler                    the simplest
 
b) For most adjectives and adverbs, precede more for the comparative degree and most for the superlative.
e.g.:   famous              more famous                      most famous
          tragic                 more tragic                         most tragic
          modern              more modern                      the most modern
3. For the adverbs end in –ly either of two or more syllables, precede more for the comparative degree and most for the superlative.
e.g.:   slowly                        more slowly                    the  most slowly
          carefully                   more carefully                 the most carefully
 
It is an exception for the adverb early. It uses suffix –er and –est.
            early             earlier                 the  earliest
4. For more than or equals to two syllables words, just precede more for the comparative degree and most for the superlative.
     e.g.:    difficult                 more difficult                      the most difficult
               comfortable           more comfortable               the  most comfortable
5. For the adjectives end in –ing or ed either of two or more syllable, precede more for the comparative degree and most for the superlative.
e.g.: interesting              more interesting                        the most interesting
         boring                    more boring                                the most boring
         tired                       more tired                                  the most tired
It’s also the exception for Some 2 syllables can be used with either –er  or more in the comparative and –est or the most in the superlative form.
 e.g. :    handsome        handsomer/more handsome           the handsomest/the most handsome
             narrow              narrower/more narrow                   the narrowest/the most narrow


5. There are some irregular forms of comparative and superlative degree.
Positive          Comparative   Superlative        Explanation
bad                   worse              (the) worst             Adj.
far                    farther             (the) farthest         Adj. used for distance
far                    further             (the) furthest         Adj. used for time, distance and abstract things
good                 better              (the) best               Adj.
well                  better              (the) best               Adv.
little                  less                 (the) least              Adj.
many                more                (the) most              Adj. used for countable nouns
much                more                (the) most             Adj. used for uncountable nouns
old                   elder                 (the) eldest           Adj. used for members of family
old                   older                 (the) oldest           Adj. used for other people and things






 

Popular Posts