Hukum Bersalaman Dengan Wanita Bukan Mahram


بسم الله الرحمن الرحيم

Hukum Bersalaman Dengan Wanita Bukan Mahram
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah

            Pertanyaan: Apakah hukumnya bersalaman dengan wanita bukan mahram? Apabila meletakkan pembatas di tangannya berupa kain dan semisalnya, bagaimanakah hukumnya? Apakah hukumnya berbeda bila yang bersamalan adalah anak muda atau orang tua, atau wanita tersebut sudah tua?
            Jawaban: Tidak boleh sama sekali bersalaman dengan wanita yang bukan mahram, sama saja mereka masih muda atau sudah tua. Sama saja laki-laki yang bersalaman masih muda atau sudah tua, karena hal itu mengandung bahaya bagi kedua belah pihak. Diriwayatkan dalam hadits yang shahih:
قال رسول الله e : (إِنِّي لاَأُصَافِحُ النِّسَاءِ )
Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya aku tidak bersalaman dengan wanita."[1]
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
 (مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ غَيْرَ أَنَّهُ يُبَايِعُهُنَّ بِالْكَلاَمِ )
"Tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita, namun beliau melakukan bai'at dengan mereka dengan ucapan."[2]
Tidak ada perbedaan, apakah salaman tersebut beralas atau tidak, karena umumnya dalil-dalil dan untuk menutup celah yang membawa kepada fitnah.
Syaikh Bin Baz – Majalah Dakwah edisi 885.

            Pertanyaan 2: Ada sebagian tradisi di mana sebagian orang bersalaman dengan wanita yang bukan mahram. Seorang wanita datang dengan menutup semua tubuhnya dan bersalaman dengan laki-laki. Ketika laki-laki yang bersalaman diberi nasehat, ia menjawab: Saya tidak bersalaman dengannya, ia telah menutup semua tubuhnya, saya tidak bersalaman dengannya. Apakah hukumnya?
            Jawaban 2: Tidak boleh bagi laki-laki bersalaman dengan wanita yang bukan mahram, baik secara langsung atau tidak (beralas sarung tangan), karena bersalaman beralas sarung tangan sama saja memegang tangan dan menyentuhnya, maka tidak boleh bersalaman dengan lawan jenis yang bukan mahram, baik  beralaskan sarung tangan atau tidak.
            Pertanyaan 3: Apakah shahih hadits yang berbunyi:
قال رسول الله e : (( لَأَنْ يُضْرَبَ أَحَدُكُمْ بِمِخْيَطٍ فِى رَأْسِهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يُصَافِحَ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ ))
Rasulullah salallahu’laihi wassalam bersabda: "Sungguh seseorang darimu ditusuk jarum di kepalanya lebih baik dari pada bersalaman dengan wanita yang diharamkan baginya.[3] ?
            Jawaban 3: Ini termasuk hadits-hadits tentang ancaman dan padanya ada sedikit catatan, akan tetapi ia termasuk hadits-hadits ancaman yang terjadi pada perkara yang sudah diketahui keburukannya.
Syaikh Muhammad al-Utsaimin – Pertemuan terbuka (s 1-4)
            Pertanyaan 4: Bolehkah memberi salam serta bersalaman dengan wanita yang menutup tubuhnya?
            Jawaban 4: Laki-laki tidak boleh meletakkan tangannya dalam memberi salam di tangan wanita yang mahramnya, sekalipun ia menutup tangannya dengan pakaiannya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya, dari Urwah, dari Aisyah radhiyallahu 'anha dalam riwayatnya tentang kisah Rasulullah salallahu’laihi wassalam membai'at para wanita, ia berkata: Tidak, demi Allah, tangan beliau tidak pernah menyentuh tangan wanita dalam bai'at, beliau tidak membai'at mereka kecuali dengan sabdanya:
قال رسول الله e : (قَدْ بَايَعْتُكُنَّ عَلَى ذلِكَ)
            "Aku telah membai'at kalian atas hal itu."[4]
Dan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dengan isnad yang shahih, dari Umaimah binti Raqiqah radhiyallahu 'anha, ia berkata: Aku datang kepada Rasulullah e bersama para wanita untuk melakukan bai'at kepada beliau e. Lalu beliau mengambil kepada kami apa yang ada dalam al-Qur`an... hingga ia berkata: Kami berkata: Ya Rasulullah, maukah engkau bersalaman dengan kami? Beliau menjawab:
قال رسول الله e : (إِنِّي لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ, إِنَّمَا قَوْلِي لاِمْرَأَةٍ قَوْلِى لِمِائَةِ امْرَأَةٍ)
Rasulullah salallahu’laihi wassalam bersabda: "Sesungguhnya aku tidak bersalaman dengan wanita, sesungguhnya ucapanku kepada seorang wanita sama seperti ucapanku untuk seratus wanita."[5]
Dan bagi kita, pada diri beliau merupakan contoh yang terbaik, sebagaimana firman Allah subhanahuwata’alla:

Al-Ahzab:021  
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا


Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. al-Ahzab:21)
Wabillahif taufiq. Semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Fatawa Lajnah Diamah  17/29-30.


[1]  Muwaththa` Malik 2/982 (1775), Ahmad 6/357, an-Nasa`i 4186, Ibnu Majah 2874, Ibnu Hibban 4553 dan tambahan padanya. Dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Ibnu Majah 2323.
[2]  HR. Al-Bukhari 5288 dan Muslim 1866.
[3]  Ath-Thabrani dalam al-Kabir 20/211, 212, (486-487), Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf (17316) mauquf kepada Ma'qil bin Yasaar t. Al-Haitsami berkata dalam Majma' (4/326):  Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan semuanya perawinya shahih. Albani menshahihkan marfu'nya 1/447.
[4]  HR. Al-Bukhari 5288 dan Muslim 1866.
[5]  Muwaththa` Malik 2/982 (1775), Ahmad 6/357, an-Nasa`i 4186, Ibnu Majah 2874, Ibnu Hibban 4553 dan tambahan padanya. Dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Ibnu Majah 2323.